seni tradisional maluku & papua


*    Cantiknya Batik Khas Papua
Batik Papua mememiliki corak yang cerah. Warna dasar merah 
menyala kerap menjadi warna favorit batik Papua dengan
motif burung Cendrawasih serta alat musik Tifa seolah
 menyampaikan pesan dari mana batik ini berasal.
Jika di Jawa batik lebih banyak menggunakan corak tumbuhan, maka pada batik Papua ini sangat menonjolkan kecantikan burung Cendrawasih dan alat musik Tifa. Tidak ada corak tanaman pada batik ini. Burung Cendrawasih dan Tifa di sana-sini dengan warna keemasan, sehingga terlihat menyolok dengan dasaran merah.
Sebenarnya warna batik Papua tidak hanya merah, tetapi juga warna dasar lain yang bersifat cerah. Pewarnaannya masih menggunakan pewarna alami yang berasal dari buah pinang. Selain menggunakan bahan alami, batik Papua juga menggunakan motif yang melekat pada kedekatan dengan alam dan lebih riil, tidak seperti batik Jawa yang mengandung simbolisasi dalam penggunaan jenis motif.
Indonesia memang kaya dengan warna, termasuk corak batiknya. Hampir di setiap daerah memiliki hasil batik dan kain tenun yang masih perlu untuk digali keberadaannya, sehingga yang dikenal bukan hanya kain songket, tenun troso, batik dari Pulau Jawa seperti Batik Madura, Batik Cirebon, Batik Suroboyo, Batik Gedog Tuban, dan lain jenis batik yang banyak diproduksi di Pulau Jawa.
Corak di samping merupakan corak yang
banyak digunakan di Papua, yaitu batik motif Asmat.
Warnanya lebih cokelat dengan kolaborasi warna tanah
dan terakota. Motif batik Papua di atas menggunakan
simbol-simbol dan ukiran khas Papua. (Networkedblogs)

*    T I F A, alat music dari Maluku dan papua

Tifa adalah alat musik yang berasal dari maluku dan papua, Tifa mirip seperti gendang cara dimainkan adalah dengan dipukul. Terbuat dari sebatang kayu yang dikosongi atau dihilangi isinya dan pada salah satu sisi ujungnya ditutupi, dan biasanya penutupnya digunakan kulit rusa yang telah dikeringkan untuk menghasilkan suara yang bagus dan indah. bentuknyapun biasanya dibuat dengan ukiran. tiap suku di maluku dan
papua memiliki tifa dengan ciri khas nya masing-masing.

Tifa biasanya dimainkan untuk mengiringi tarian tradisional, seperti Tarian perang, Tarian tradisional asmat,dan Tarian gatsi. rian ini biasanya digunakan pada acara-acara tertentu seperti upacara-upacara adat maupun acara-acara penting lainnya.

*    PARANG DAN SALAWAKU

                                Kerajinan Parang & Salwaku Merupakan senjata tradisional khas 
                                       daerah Maluku. Kedua senjata ini biasanya dipakai oleh para penari pria
                                       saat mempertunjukkan tarian Cakalele. Pada salawaku terdapat ukiran-                                
                                       ukiran bermakna khusus yang terbuat dari kulit kerang laut. Ukuran                                                      parang dan salawaku sangat bervariasi tergantung postur badan sang penari. Masyarakat pulau       Kakara B di Halmahera Utara terkenal sebagai pengrajin salawaku yang piawai.

Keunikan setiap senjata tradisional itu bisa terlihat dari bentuk, pemilihan bahan, teknik pembuatannya, atau hiasan yang dipergunakan dalam senjata tersebut. Di Maluku sendiri terdapat senjata tradisional yang sangat terkenal, senjata itu bernama Parang Salawaku. Bentuknya yang cukup unik karena senjata ini merupakan senjata yang lengkap. Parang Salawaki sudah merupakan satu paket senjata tradisonal Maluku. Senjata ini terdiri dari parang dan perisai.
Jika melihat arti dari penamaan senjata tradisional ini, terdiri dari kata parang dan sawalaku. Parang berarti pisau besar, biasanya memiliki ukuran yang jauh lebih besar dari pisau, namun lebih pendek jika dibandingkan dengan pedang. Sawalaku sendiri memiliki arti perisai. Perisai adalah alat yang dipergunakan untuk melindungi diri dan untuk menangkis serangan senjata lawan.
Alat yang dijadikan senjatanya adalah parang. Parang ini dipergunakan sebagai senjata untuk melakukan penyerangan terhadap lawan. Sedangkan Sawalaku sebagai perisai yang fungsi utamanya adalah untuk alat pertahanan dari serangan lawan. Selain itu senjata tradisional Maluku ini juga sering kali dipergunakan untuk alat berburu binatang kala ada dihutan. Pada masa sekarang Parang Salawaku biasanya dipergunakan untuk melengkapi pakaian penari dan atau untuk upacara perkawinan.

*    Lukisan Gua Maluku

Di Maluku penemu lukisan dinding gua adalah J. Roder pada tahun 1937,   Roder menemuan lukisan gua sebanyak 100 buah di Pulau Seram, pada dinding karang di atas Sungai Tala. Lukisan yang ditemukan berupa gambar-gambar rusa, burung, manusia, perahu, lambang matahari, dan mata.
Penemuan lain di lima tempat berlainan dekar Ramasokat, ditemukan lukisan pada dinding karang yang terdiri dari dua kelompok yang berlainan. Pertama, kelompok lukisan dengan warna merah yang sudah rusak, Kedua adalah lukisan berwarna putih dengan keadaan masih baik. Menurut pendapat Roder, lukisan ini mengindikasikan bahwa warna ini mengindikasikan tua mudanya lukisan. Roder berpendapat bahwa lukisan yang berwarna merah lebih tua dari lukisan yang berwarna putih. Lukisan-lukisan ini berupa cap tangan, gambar kadal, manusia dengan perisai, dan orang dalam keadaan sikap jongkok sambil mengangkat tangan, yang semuanya berwarna merah. Sedangkan lukisan yang berwarna putih adalah lukisan-lukisan yang berupa lukisan burung dan perahu.
Selain ditemukan di Pulau Seram, di Maluku lukisan cadas juga ditemukan di Kepulauan Kei, pada tebing batu karang dengan ketinggian 5-10 meter dari atas permukaan laut. Lukisan-lukisan yang ditemukan di Kepulauan Kei pada umumnya hanya berupa garis lurus saja, tetapi ada yang diberi warna pada bagian dalamnya, khususnya untuk gambar manusia. Kecuali manusia dengan berbagai adegan (menari, berperang, memegang perisai, dan jongkok dengan kedua tangan terangkat), ada pula pola topeng, burung, perahu, matahari, dan bentuk geometrik. Gaya lukisan yang ditemukan mirip dengan lukisan yang ditemukan di Pulau Seram, Papua Barat, dan Timor, bahkan lukisan di Australia bagian selatan.
Di Kampung Dudumahan, pantai utara Pulau Nuhu Rowa, yang masih satu gugusan dengan Kepulauan Kei, ditemukan lukisan dengan pola berbeda jika dibandingkan dengan pola yang pernah dilaporkan Heekeren sebelumnya. Situs lukisan gua di Dudumahan tidak saja menampilkan pola manusia, tetapi juga ikan, kura-kura, topeng, perahu, matahari, dan bentuk geometrik. Salah satu yang dianggap unik adalah pola manusia berjenis kelamin wanita dengan alat kelamin mencolok. Lukisan seperti ini biasanya memiliki makna unsur kesuburan, sama halnya dengan lukisan kelamin perempuan di Gua Wa Bose, Pulau Muna, Sulawesi Tenggara.
Gambar-gambar pada umumnya dibuat garis luarnya saja, tatapi untuk gambar yang menyerupai manusia terisi sepenuhnya dengan cat merah. Lukisan-lukisan terdiri dari cap-cap tangan berlatar belakang merah, topeng, atau wajah manusia, lambing matahari, manusia da perisai, manusia berjongkok dengan tungkai terbuka lebar dan tangan terangkat, orang-orang berkelahi atau
menari, orang dalam perahu, burung dan gambar geometrik. Lukisan gua seperti ini ditemukan di Tutuala, yaitu Lene, Hara, dan Ili Kere-kere, di bagian di bagian pantau utara Timor Timur (Sekarang Timor Leste). Lukisan serupa juga ditemukan di dataran tinggi Baucau, serta gua-gua Lie Kere dan Lie Siri.
Lukisan prasejarah atau praaksara yang berupa lukisan pada dinding gua merupakan salah satu hasil kebudayaan masnuia masa praaksara yang hidup pada masa berburu dan mengumpulkan makanan. Pada masa itu manusia bertempat tinggal digua-gua alami yang dalam atau gua-gua paying atau gua dangkal (Ceruk). Lukisan tersebut mereka buat pada dinding-dinding gua tempat tinggal mereka, seperti apa yang telah dibahas di atas.
Lukisan gua-gua merupakan gambaran sebuah pengalaman, perjuangan, dan harapan hidup manusia pada masanya. Hal ini di dasarkan pada sumber inspirasi dari cara hidup yang serba bergantung pada alam lingkunganya, yaitu hidup berburu dan mengumpulkan makanan. Lukisan yang selama ini ditemukan selalu menggambarkan kehidupan social ekonomi dan alam kepercayaan masyarakat pada masa itu.
Lukisan prasejarah sering dikaitkan dengan aspek kesenian, sehingga dianggap pula sebagai cikal bakal seni lukisan. Selama tinggal di gua, selain mengerjakan alat-alat, juga menggambar dinding gua yang menunjukan aktivitas berburu dan mengumpulkan makanan. (Soejono, 1993: 156-157).
Dengan membuat gambar-gambar binatang yang akan di buru, maka para pemburu merasa menguasai binatang buruannya (sympathetic magic). Hal ini antara lain ditunjukan oleh gambaran sejumlah besar binatang yang terkena panah atau terluka (Howe, 1985: 148-149).
Reinach
Berusaha menganalisis pada sympathetic magic, yakni keyakinan akan adanya keuatan dalam berburu (hanting magic), dan keyakinan akan adanya kekuatan dalam aspek kesuburan (fertility magic). Lukisan yang dapat dilihat berdasarkan Sympathetic Magic yang ada di kepulauan Maluku adalah lukisan yang ada di Di Kampung Dudumahan, pantai utara Pulau Nuhu Rowa. Salah satu lukisannya dianggap unik adalah pola manusia berjenis kelamin wanita dengan alat kelamin mencolok. Dari sini berdasarkan Sympathetic Magic bisa dikatakan berhubungan dengan masalah kesuburan. Kesuburuan menjadi salah satu harapan manusia dalam hidupnya, manusia selalu mencari kesuburan baik dari segi alam amupun kelahiran. Kesuburan ini menjadi sala satu indicator manusia mampu bertahan hidup di dunia.
Begeuen
Menganalisis dari segi rites magic yaitu kekuatan gambar-gambar binatang dan manusia dalam satu ritual upacara magis. Berusaha lukisan-lukisan dari rites magic dimana manusia selalu mengadakan ritual-ritual upacara yang berhubungan dengan sebuah keyakinan kepada sang pencipta. Luksian gua yang menggambarkan tentang rites magic terdapat dalam gua Pulau Seram dan Kepulauan Kei, di gua ini banyak gambar-gambar manusia, binatang, matahari dll. Pembuatan lukisan ini menunjukan bahwa manusia pada masa itu berusaha untuk menujukan tingkat kecerdasan kemampuan mereka dalam melaksanakan kepercayaannya. Kepercayaan merupakan sebuh dasarnya merupakan suatu sikap yang ditunjukkan oleh manusia saat ia merasa cukup tahu dan menyimpulkan bahwa dirinya telah mencapai kebenaran. Kepercayaan ini menjadi sebuah landasan manusia untuk menjalankan hidupnya, maka untuk itu manusia pada masa itu berusaha untuk mengabadikan hal-hal yang berhubungan dengan sebuah kepercayaan masyarakat.
Semua yang digambarkan dalam lukisan gua pada masa pra aksara merupakan sebuah bentuk refleksi dari kehidupan yang di jalani pada masa prasejarah. Kehidupan mereka selalu tergantung pada alam dan alam merupakan tempat bagi mereka untuk menggantukan hidupnya. Gua sebagai tempat mereka berteduh dan beristirahat atau sebagai tempat tinggal dijadikan sebuah sebagai salah satu tempat untk mengekpresikan perjalanan hidup. Lukisan ini merupakan sebuah perwakilan kata-kata manusia pada masa itu yang ingin disampaikan kepada segenap masyarakatnya dan akhirnya menjadi bukti bagi manusia sekarang untuk mempelajarinya sekaligus merupakan inspirasi bagi seniman-seniman lukis untuk membuat sebuah karya lukisan dalam bentuk dan bahan yang berbeda.

Komentar

Postingan Populer